Jumat, 15 Agustus 2014

Logo dan Tema Peringatan HUT RI ke-69 , Arti Kemerdekaan dan Tanggung Jawab

Berikut ini adalah logo resmi peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 69, tanggal 17 Agustus 2014.

Adapun tema peringatan HUT RI ke 69 adalah "Dengan Semangat Proklamasi 17 Agustus 1945, Kita Dukung Suksesi Kepemimpinan Nasional Hasil Pemilu 2014 Demi Kelanjutan Pembangunan Menuju Indonesia yang Makin Maju dan Sejahtera"
sumber:bandung.go.id


ARTI KEMERDEKAAN DAN TANGGUNG JAWAB 
Dalam bidang apa pun untuk menggapai sesuatu butuh pengorbanan dan perjuangan, baik dalam skala besar maupun kecil. Hal seperti ini telah dialami dan dirasakan oleh bangsa Indonesia ketika berjuang untuk merebut kemerdekaan. Ada yang gugur muda. Sebagian bernama, yang lainnya gugur dan tak dikenal, adalah bukti kegigihan para pahlawan yang gugur sebagai kusuma bangsa.
Mereka berjuang tanpa pamrih demi kepentingan bersama. Kiat, strategi dan berbagai cara dilakukan untuk mencapai satu sasaran akhir, yaitu Indonesia merdeka. TKR/ABRI berjuang dengan senjata; para politikus berjuang melalui jalur diplomasi; rakyat bergerilya dengan bambu runcing; para ilmuwan berjuang melalui karya-karya ilmiah;budayawan dan seniman pun tak tinggal diam, mereka berjuang melalui karya seni budaya. Mengapa kemerdekaan harus diperjuangkan dan apa sesungguhnya kemerdekaan itu?
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kemerdekaan adalah keadaan atau hal berdiri sendiri, yaitu bebas atau lepas; tidak terjajah lagi atau tidak diperintah oleh negara lain. Kemerdekaan bukan sekedar mengusir kaum penjajah untuk meninggalkan tanah air atau beralihnya penguasa dan kekuasaan dari bangsa penjajah ke bangsa Indonesia, namun kemerdekaan dimaknai juga sebagai upaya merebut merebut kembali tanggung jawab untuk melakukan pemerintahan sendiri, memajukan dan mengsejahterakan bangsa Indonesia.
Kemerdekaan menuntut seluruh anak bangsa Indonesia untuk bekerja secara sungguh-sungguh; memiliki tanggung jawab bernegara dan berdisiplin nasional. Tanpa tanggung jawab bernegara, kemerdekaan yang kini berusia 69 tahun tidak banyak berarti. Tanpa disiplin nasional, kemerdekaan akan kebablasan dan melahirkan anarki.
Bila kita renungkan sejarah pertumbuhan bangsa Indonesia selama kurung waktu 69 tahun, ternyata proklamasi 17 Agustus 1945 bukan hanya sekedar pernyataan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka, tetapi juga bermakna dan berisi suatu cita-cita yang harus kita wujudkan bersama untuk menjadi kenyataan.
Sebagai cita-cita, proklamasi 17 Agustus 1945 mengamanatkan kepada kita suatu tugas sejarah yang berat, yakni kita harus mengisi kemerdekaan dengan usaha-usaha pembangunan untuk mewujudkan masyarakat Pancasila; masyarakat adil dan makmur, baikdalam bidang fisik kebendaan maupun dalam bidang mental kerohanian.
Kegigihan para pejuang bangsa Indonesia yang telah mengerahkan sebahagian kebebasan yang dimilikinya untuk memperjuangkan kemerdekaan 1945 adalah kelanjutan, peningkatan dan pembaharuan dari para pahlawan nasional sebelumnya seperti Diponegoro, Sam Ratulangi, Robert Wolter Mongisidi, Hasanuddin, Pattimura, dan sejumlah pahlawan nasional lainnya.
Perjuangan para patriot bangsa dalam rentang waktu yang panjang mencapai puncaknya pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Selama 20 tahun setelah kemerdekaan, yaitu sejak tahun 1945 sampai 1965, bangsa Indonesia berjuang mempertahankan NKRI berdasarkan Pancasila dari segala rongrongan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Dari tahun 1945 hingga pengakuan kedaulatan menjelang akhir tahun 1950, bangsa Indonesia berjuang dalam perang kemerdekaan. Akhirnya setelah melalui perjuangan yang berat dalam waktu yang relatif lama, bangsa Indonesia berhasil membulatkan seluruh wilayah NKRI, yaitu merebut kembali Irian Jaya (kini Papua) pada tahun 1962, yang semula masih berada dalam kekuasaan Belanda.
Sejak pengakuan kedaulatan pada 17 Agustus1945 dan tahun-tahun sesudahnya, bangsa Indonesia berjuang melawan bahaya federalisme, separatisme, kesukuan, kedaerahan, ekstrim kanan dan ekstrim kiri. Kadang ancaman dan bahaya tersebut bercampur dengan kekuatan asing. Semua itu bangsa Indonesia rasakan sebagai bagian dari perkembangan dan pertumbuhan ke arah kematangan, kedewasaan dan sebagai pelajaran yang sangat berharga.
Sejarah mencatat, bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan telah membayar dengan harga yang sangat mahal. Kemerdekaan tidak diperjuangkan dalam cahaya yang terang benderang, tapi di tengah deru mesin, letusan senapan dan dentuman meriam yang telah menggugurkan sejumlah kesatria dan telah menyebabkan sejumlah anak kehilangan ayah dan ibu.
Kendatipun bangsa Indonesia telah berhasil memperjuangkan kemerdekaan, namun kita tidak boleh meninggalkan kewaspadaan. Kita harus tetap mawas diri dan mengkosolidasikan diri, baik di bidang idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (hankam).
Tanggal 17 Agustus 1945 bagi bangsa Indonesia adalah tanggal yang penuh sejarah. Setiap tahun, baik di desa maupun di kota, selalu dirayakan dengan upacara dan dimeriahkan dengan berbagai kegiatan yang kemeriahannya melebihi perayaan hari nasional lainnya.Selain meriah, tanggal 17 Agustusjuga disebut dengan beraneka ragam nama seperti peringatan hari kemerdekaan, perayaan hari lahir bangsa Indonesia, peringatan proklamasi kemerdekaan, hari pembebasan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, dan sejumlah sebutan lainnya.
Betapa pun bervariasinya sebutan peristiwa pada 17 Agustus1945, namun yang jelas tanggal17 Agustus2014 ini seperti juga tahun-tahun sebelumnya, yaitu tanggal yang tidak terlewatkan tanpa kesan.Di sana-sini, di sudut kota atau desa pasti ada gebyar yang penuh pesona dan daya pikat untuk menyemarakannya.
Bila kita kembali mengingat dan merenungkan jasa para pahlawan kemerdekaan, suasana pada tanggal 17 Agustus sangat mengharukan hati setiap warga bangsa Indonesia yang telah dijajah selama 350 tahun oleh bangsa Belanda dan 3,5 tahun oleh bangsa Jepang.
Sejarah mencatat, kepribadian bangsa Indonesia dibangun sejak imperium Majapahit dan Sriwijaya, dan “didewasakan” oleh penjajah Belanda selama 350 tahun. Semua itu dalam usia kemerdekaan bangsa Indonesia yang kini telah mencapai 69 tahunmemiliki pengaruh dari segi budaya dan kultur. Beberapa generasi telah melewatinya dengan suka dan duka, dan yang lainnya telah merasakan langsung pahit getirnya cengkraman bangsa penjajah.
Seluruh strata masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab yang sama mengisi kemerdekaan sesuai dengan beban tugas dan potensi masing-masing. Tanggung jawab siswa misalnya mengisi kemerdekaan dengan giat belajar, tidak terlibat atau melibatkan diri dalam tindak kriminal seperti panah wayer, miras dan tawuran antarkampung, tapi saling bahu membahu membuat apa yang belum baik menjadi baik dan apa yang sudah baik menjadi lebih baik.
Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena pada tanggal 17 Agustus tahun 2014 ini kita dapat memperingati kemerdekaan RI yang ke-69. Usia kemerdekaan yang melebihi setengah abad ini dicapai karena komitmen dan tekad bersama untuk terus maju mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Upaya mengisi kemerdekaan melalui pembangunan, baik yang sudah, sedang dan akan dilakukan di masa yang akan datang adalah tanggung jawab semua; bukan semata-mata masalah generasi yang akan datang atau masalah generasi sesudahnya, tetapi merupakan masalah bangsa Indonesia saat ini.
Dalam upaya mengisi kemerdekaan, kita harus memperhatikan dan memperhitungkan dampak yang akan dialami di masa mendatang. Generasi muda misalnya dalam mengisi kemerdekaan hendaknya dapat membebaskan diri dari penyalahgunaan obat terlarang seperti ectasy, narkoba, miras, dan jenis obat-obatan berbahaya lainnya, yang berakibat fatal bagi kesehatan fisik dan mental.
Gangguan fisik dan mental yang telah diracuniobat-obatan terlarang tersebutdapat mengakibatkan merosotnya moral seseorang, dan berdampak negatif terhadap agama sebagai moral iman, terhadap Pancasila sebagai moral bangsa, dan terhadap UUD 1945 sebagai moral hukum.
Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah salah satu tujuan kemerdekaan republik Indonesia. Tujuan lainnya sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945dalam kalimat yang tersusun secara puitis, indah dan serasi, yang menyatakan bahwa penjajahan tidak sesuai dengan peri kehidupan dan peri keadilan. Makna ungkapan ini adalah mengalihtugaskan dan mengikat kita kepada tugas dan tanggung jawab untuk membangun dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan bahwa dalam alam kemerdekaan, bangsa kita mengembang tugas luhur, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kalimat ini mengandung arti bahwa perjuangan bangsa Indonesia bukan hanya mencakup cita-cita mengenai masyarakat, bangsa dan negara Indonesia semata, melainkan juga mengenai masyarakat dunia pada umumnya.
Sejarah telah mencatat dan membuktikan bahwa bentuk-bentuk menguasai dan menindas pernah dialami dan dirasakan oleh bangsa Indonesia selama 350 dibelenggu oleh bangsa Belanda. Bangsa Indonesia dianggap bodoh dan diperbodoh, dikuras, dieksploitasi bahkan diadu domba. Tetapi berkat anugerah dan rahmat Tuhan yang menyertai perjuangan gigih para tokoh pergerakan bangsa dan bantuan sepenuhnya dari seluruh rakyat membuat bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dapat memproklamasikan kemerdekaannya.
Bila fakta sejarah digali lebih jauh akan nampak bahwa lahirnya negara kesatuan republik Indonesia ditandai dengan pencurahan perhatian pada segi yuridisnya. Akanterasa ganjil jika ada sebuah negara yang berdiri, namun belum memiliki hukum secara tertulis. Sejumlah tokoh pada saat itu bekerja ekstra keras untuk melahirkan sebuah produk hukum yang sekarang dikenal dengan nama UUD 1945, yang telah 4 (empat) kali diamandemen.
Masalah penjajahandi dalam mukadimah UUD 1945 menjadi hal pertama dibicarakan. Karena penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Penilaian terhadap penjajahan sudah sedemikian “hitam” sehingga harus dicantumkan oleh para the founding father di dalam pembukaan UUD 1945 dengan pernyataan yang cukup “keras.”
Derita yang dialami bangsa Indonesia akibat penjajahan melahirkan corak penilaian yang kasar bahwa bangsa penjajah adalah jelek, jahat dan sebutan sejenis lainnya kecuali yang baik; sedangkan bangsa Indonesia sebagai korban penjajahan dianggap bangsa yang baik plus semua sebutan yang sejenis kecuali yang jelek.
Pola pikir “hitam putih” tersebut sebenarnya sudah kadaluwarsa, karena UUD 1945 tidak bermaksud membangkitkan dendam sejarah di hati generasi-generasi pasca 1945 untuk tetap memusuhi penjajah. Di eramodern ini, ternyata penjajahan yang lebih berbahaya bila dilakukan oleh bangsa sendiri. Ada sebagian warga masyarakat berpura-pura mencintai negara dan bangsanya, tapi di baliknya terdapat niat untuk menghacurkan dan memusuhinya. Teroris, Islamic State of Iraq-Suriah (ISIS) dan korupsi, adalah sejumlah contohnya.
Caci makiterhadap penjajah tidak perlu berlarut-larut. UUD 1945 justru membebani kita dengan tugas untuk mempertanggungjawabkan kemerdekaan antara lain mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial itulah, negara kita tidak berjuang sendirian. Mau tidak mau negara lain pun ikut menjadi mitra, termasuk negara-negara yang pernah mendapat predikat sebagai penjajah bangsa Indonesia. Entah sebagai mitra dagang atau sebagai pemasok modal, namun yang jelas di era globalisasi ini bukan saatnya lagi menganggap negara-negara yang pernah menjajah bangsa kitasebagai musuh, melainkan sebagai mitra juang dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dalam usia kemerdekaan 69 tahun, bangsa Indonesia telah melalui banyak liku-liku pengalaman. Dari sejumlah pengalaman ada yang menyebabkan bangsa kita bergembira dan bergairah, namun tak sedikit pula ditemui hal-hal yang membuat kita cemas dan mengelus dada.
Setelah Seokarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, katakompeni, kerja rodi dan romusha tinggal kenangan. Arti kemerdekaan pada rezim Soekarno adalah kebebasan dari penjajahan bangsa asing, menghilangkan pengaruh budaya asing, dan berupaya berdiri di atas kaki sendiri. Namun Soekarno terjebak dalam rangkulan komunisme, yang merupakan budaya asing.
Pada rezim Soeharto, bangsa Indonesia juga dinilai belum merdeka sepenuhnya, misalnya sebelum pilpres dilaksanakan, pemenangnya sudah diketahui dan berlangsung selama Seoharto berkuasa. Juga dinilai represif; para pengeritik ada yang berakhir dibui dan yang lainnya hilang tanpa bunyi.
Di era reformasi, sejak presiden BJ. Habibie sampai SBY, kemerdekaan dimaknai sebebas-bebasnya. Kemerdekaan berpendapat ada kalanya dilakukan tanpa etika, tanpa batas dan tanpa aturan. Sistem di era reformasi yangbegitu bebas membuat kemerdekaan sebagai suatu konsensus yang sama-sama harus dihargai oleh seluruh anak bangsa Indonesia sebagai pagar atau batasan tidak dihargai.
Pendekatan yang berbeda membuat arti kemerdekaan pada setiap rezim atau orde juga berbeda. Pada masa orde lama, acuannya adalah politik. Pada masa orde baru, acuannya adalah pertumbuhan ekonomi. Padaorde reformasi, acuannya adalah penegakkan hukum.
Mengapa bisa berbeda-beda? Karena setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, masih ada yangmemaknai kemerdekaan adalah berjuang secara fisik seperti melakukan tindakan radikalisme dan teror. Di era yang kian tidak tertib sosial ini, arti kemerdekaan adalah perjuangan menghadapi permasalahan sosial seperti kemiskinan, keterlantaran, kesenjangan sosial, potensi konflik SARA di sejumlah daerah, bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi, tsunami, gunung meletus), ketidakadilan sosial, dan masalah-masalah lainnya.
Di dalam membangun, kita tidak luput dari berbagai tantangan dan masalah. Dalam keadaan demikian, kita dituntut untuk berpikir matang dan bijaksana, dan belajar dari masa lampau; belajar dari keberhasilan-keberhasilan yang dicapai dan kegagalan-kegagalan yang pernah dialami. Selain itu, kita dituntut secara arif melihat arah dan kemungkinan masa depan yang penuh dengan berbagai tantangan dan masalahnya.
Dalam menghadapi dinamika dan perkembangan dunia, kita harus terus bekerja keras dan berusaha agar kemajuan dan perkembangan dunia tidak memberi dampak negatif, tetapi memberi manfaat yang besar bagi bangsa Indonesia. Bila terdapat dampak negatif sepertiISIS, teroris, dan radikalisme, kita harus berjuang agar penyakit sosial yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan tersebut dihapuskan, sehingga tercipta ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa dengan proklamasi kemerdekaan, bangsa kita telah memasuki pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pembukaan UUD 1945 yang penuh keagungan itu ternyata tidak lupa mencatat bahwa pergerakan kemerdekaan Indonesia telah mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan.
Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan dari Pancasila dan UUD 1945. Mengapa? Karena yang dilahirkan oleh proklamasi kemerdekaan adalah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kemajuan pembangunan yang bangsa Indonesia dambakan dalam alam kemerdekaan tidak lain adalah masyarakat cerdas, maju dan sejahtera yang berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dalam rangka memperingati HUT proklamasi kemerdekaan ke-69 tahun 2014 ini, marilah kita merenungkan dan bertanya pada diri sendiri dan pada hati nurani kita masing-masing. Apakah yang telah kita perbuat untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negara yang telah merdeka ini? Apakah kita telah memperkuat persatuan ataukah keberadaan kita menimbulkan keretakan? Apakah kita membangun kerukunan ataukah kita menebar kebencian? Apakah kita mendorong kemajuan ataukah kita mendesak kemunduran? Apakah kita memberi lebih banyak kepada negara ataukah kita mengambilnya dari negara? sumber:kompasiana  SAB